Seorang
pengamen perempuan menghampiri seorang pria sambil bertanya “Bapak yang kasih
uang cepean ini.”
Si pria pun
menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Maaf Pak,
beli susu dan pampers anak saya mahal. Neh saya kembaliin uang cepean Bapak.” Katanya
dengan nada tinggi.
![]() |
freedigitalphotos.net |
Kami yang
menyaksikan terkaget-kaget melihat percakapan tersebut, tetapi bapak muda tersebut
hanya tersenyum ketika pengamen itu mengembalikan uang tak berharga tersebut.
Entah dia malu karena sudah memberikan uang receh atau memang dia tak ingin
berdebat dengan perempuan tak tahu diri itu.
Saya
emosi melihat adegan tersebut. Saya pun
hanya menggerutu dalam hati. “Sudah jelas-jelas tangan ada di bawah. Pertanda
dia adalah seorang pengemis terselubung yang mencari uang dengan cara mengamen.
Dia sama sekali tidak berhak untuk marah dan mengembalikan uang tersebut.”
Banyak orang
yang berpendapat sama seperti saya. Namun di ujung sana, ada seorang ibu yang
pro dengan si pengamen. “Uang seratus perak dapat apa sekarang? Pakai hati juga
kalau mau memberi.”
Kalau dipikir-pikir
ada benarnya juga ucapan ibu tersebut. Uang seratus memang tak ada harganya. Nah jika sudah begini, siapa yang benar
dan salah?
Gambaran
inilah yang sering terjadi dalam hidup kita. Ketika sesuatu terjadi, kita
selalu mencari siapa yang harus disalahkan dan siapa yang perlu dibenarkan.
Keadaan diperparah ketika orang-orang sekitar kita mulai berteori dari sudut
pandang masing-masing tanpa perlu mengetahui persoalan yang sebenarnya.
Selalu Ucapkan Syukur
Drama
“pengamen dan seorang bapak” sering terjadi dalam kehidupan kita dalam bentuk
yang berbeda. Kita kadang tak sadar jika sedang berperan seperti pengamen yang
tidak bisa mengucap syukur atas hal kecil apa yang telah diperoleh.
Di sinilah
awal semua masalah tersebut. Dia menginginkan yang lebih padahal hanya seratus
rupiahlah yang menjadi rezekinya saat itu. Ini merupakan refleksi bagi kita. Seandainya apa yang kita harapkan hari
ini belum juga terwujud, tetaplah mengucap syukur.
Hari esok
masih panjang untuk merealisasikan apa yang menjadi angan-angan Anda. Berjuang dan
tetaplah menjadi orang yang rendah hati.
Tahu Kapan Bicara dan Diam
Sangat sulit
tetap tersenyum ketika orang menghina kita apalagi di hadapan publik. Namun
saya sangat salut dengan si bapak yang memilih diam daripada membalas perilaku
buruk wanita tersebut.
Kualitas
seperti ini patut diacungkan jempol. Saya tidak mengajarkan Anda untuk menjadi
orang yang pasrah dan tidak bisa membela diri ketika ada orang yang
menginjak-injak Anda. Pada kenyataannya
memang tak ada gunanya melayani orang yang sedang emosi. Tinggalkan dia
daripada Anda terpancing emosi. Namun, ada saatnya Anda harus bicara dan
mengeluarkan semua unek-unek Anda.
Jika saat
ini Anda berada dalam suatu konfik dalam rumah tangga dan keluarga Anda, lupakan
untuk mencari siapa yang salah dan benar. Percayalah itu hanya akan membuang
tenaga dan sama sekali tak bemanfaat.
Carilah akar permasalahannya dan kemudian diskusikan solusinya untuk kebaikan bersama. Selamat menikmati kehidupan!
saya lebih setuju pada sikap si bapak tersebut
BalasHapusYa..... saya juga
BalasHapusMenurut saya dia lelaki yang sangat gentle
BalasHapus