Diberdayakan oleh Blogger.

Traveling ke Singapura, dari Kaki Copot sampai Tukang Rambutan



“Apa yang Anda paling ingat ketika traveling ke Singapura.” 

Salah satu spot di Universal Studio
Pasti  ada  macam-macam jawabannya. Namun jika ada orang yang menanyakan hal tersebut pada saya, jawabannya adalah “kaki berasa mau copot”.

Setiap hari kami harus berjalan kaki dari hotel menuju stasiun MRT, lalu dari stasiun MRT berjalan lagi menuju tujuan yang kita inginkan. Mau ke lokasi wisata lain, kembali berjalan ke stasiun stasiun MRT, lalu jalan lagi ke tempat wisata. Bisa terbayang betapa beratnya kerja kaki di Singapura.  

Oleh karena itu, sangat disarankan untuk menggunakan sepatu yang sangat nyaman jika ingin mengunjungi negara Gajah Putih ini. Jangan sampai Anda memanggil taksi untuk mengantarkan Anda ke tempat yang Anda inginkan.

Jalanan tampak begitu sepi.
Ssssttt, harga taksi di sana cukup mahal, apalagi rate dollar Singapura juga sedang tinggi-tingginya. Hal-hal sederhana seperti itu yang perlu Anda ketahui agar perjalanan wisata nyaman dan anggaran transportasi pun tak membengkak.

Selain Itu, Ada Tips Lain  Tidak?
Ada tenang saja.  Saya akan membagikannya pada Anda. Salah satu kejadian yang paling tak terlupakan di Singapura dan masih berhubungan dengan kaki yang mau copot. Siang menjelang sore saya mengunjungi China Town untuk membeli oleh-oleh. Karena kaki sudah mau copot, akhirnya saya duduk di sebuah bangku kosong di sebuah toko.

“Saya cukup menunggu saja, sementara yang lainnya sibuk mencari suvenir.”

Sedang asyik-asyinya saya duduk, datang encek-encek yang dengan tidak sopannya menyuruh saya meninggalkan tempat duduknya.

Karena tidak mau cari ribut (maklum di negara orang), saya pun langsung berdiri. “Masa kakek-kakek dilawan.” Namun yang membuat saya marah adalah ketika kakek itu mengelap kursi tersebut sebelum duduk.

Saya hanya mengeryitkan dahi “Emang pantat gue kudisan apa sampai bangku mesti dilbersihin.”

Akhirnya saya tarik teman-teman saya meninggalkan toko encek-encek kep*r*t tersebut. Di hari itu saya berpikir bahwa encek-encek hanya oknum, tidak mewakili seluruh orang Singapura. Mencoba untuk selalu berpikiran positif sebenarnya.

Hingga beberapa tahun kemudian, saya kembali ke negara ini untuk menemani sepasang suami istri dari Taiwan. Cerita buruk yang hampir sama kembali terulang.  Ketika selesai makan di daerah Tiong Bahru, Sang Nyonya yang baik hati ngiler ingin makan rambutan.

Akhirnya kami mendatangi si penjual dan Si Nyonya pun memilih rambutan yang akan dia beli.

Namun pedagang tersebut tidak suka ketika Si Nyonya memegang barang jualannya. Lebih kagetnya lagi si penjual  juga berani menepuk tangan si Nyonya.

“Nanti barang rambutan saya rusak, kamu pegang-pegang.” Dengan logat Singlish-nya.

Akhirnya kami memutuskan meninggalkan penjual buah rambutan tersebut.

“Wah kalau ada pedagang rambutan seperti gitu di Indonesia, saya rasa udah banyak calon pembeli yang akan meneluhnya.” (ketawa guling-guling). “Kenapa mesti kasar begitu ya?”

Itu sedikit pengalaman saya berhadapan dengan orang Singapura. Hingga akhirnya saya berkesimpulan bahwa harus berhati-hati menghadapi orang-orang tersebut. Bagaimana dengan Anda, apakah Anda juga mengalami pengalaman buruk yang sama ketika berkunjung ke sana?  
Share on Google Plus

About sontafrisca

Usaha tidak akan pernah sia-sia jika dilakukan dengan sungguh-sungguh.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

6 komentar:

  1. Aseekkk yang abis jalan-jalan ke Singapuraaaaaa.. Blognya sekarang tampilannya asik banget mbak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha... makasih Putri.... Seasyik orangngya gitu de Put :-)

      Hapus
  2. Di sana gak ada yg mau ngasih tempat duduk ke kita..walaupun kita jauh lebih tua dari mereka..gak ada yg mengasihani kita berdiri di bus, hehe..

    BalasHapus
  3. Kayaknya seh begitu. Indonesia memang selalu di hati. Ramah2 orangnya

    BalasHapus
  4. Kayaknya seh begitu. Indonesia memang selalu di hati. Ramah2 orangnya

    BalasHapus
  5. Kayaknya seh begitu. Indonesia memang selalu di hati. Ramah2 orangnya

    BalasHapus