Diberdayakan oleh Blogger.

Kawin Culik di Lombok

Pernikahan semestinya adalah sesuatu yang sakral dan tidak memaksa karena ada cinta yang merekatkan dua hati dalam sebuah ikatan yang suci. Namun, sesuatu yang indah itu tidak dirasakan 99 persen perempuan suku Sasak di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB). Hampir semua perempuan tersebut terpaksa menikah dengan lelaki yang menculiknya dan menyekapnya selama tiga hari di suatu tempat tersembunyi. Serem!

Para blogger di Dusun Sasa Sade Rembitan Lombok. (Foto Pribadi)
Jika kamu pikir, kawin paksa hanya terjadi dulu pada zaman Datuk Maringgih. Ternyata di tahun penuh kebebesan ini, para perempuan suku Sasak harus merasakan kepahitan yang dirasakan oleh Siti Nurbaya karena adat kawin culik yang masih terus berlangsung di Dusun Sade Sasak Rambitan, tempat sekitar 700 orang asli suku Sasak tinggal. "Di desa ini jika ingin menikah bukan dengan cara kawin culik, calon mempelai lelaki harus menyediakan dua ekor kerbau sebagai mahar. Harga mahar yang terlalu mahal dan ekonomi penduduk yang tidak mampu untuk itu maka agar bisa menikah para lelaki harus menculik perempuan idamannya agar terbebas dari mahar tersebut." Oleh karena itu, anak gadis suku Sasak memang sangat dilindungi.
Rumah suku Sasak (Foto pribadi)
Di saat anak lelaki sudah dilepas pada saat masa kecil untuk tidur beramai-ramai di semacam balai di depan kampung. Anak perempuan harus tidur di bagian dalam rumah di samping ruang melahirkan dan dapur. Ruangan tersebut juga didesain lebih tinggi sehingga sulit bagi si lelaki untuk menculik calon pengantinnya di dalam rumah. Laki-laki Suku Sasak tidak habis akal. Biasanya mereka sudah mengintai dengan saksama targetnya dalam jangka waktu lama. Ketika saatnya tepat, misalnya saat si perempuan mandi di permandian umum, si pria dengan sekuat tenaga akan menggendong perempuan pujaannya ke tempat persembunyian.

Wanita Sasak menjual kain songket di depan rumahnya (Foto pribadi)
Mereka tidak akan peduli betapa kuatnya si gadis meronta dan berteriak. Dia akan terus berlari membawa si gadis pergi ke tempat persembunyian. Lelaki tersebut akan menyekap perempuan tersebut selama tiga hari. Setelah tiga hari, barulah utusan dari pihak lelaki akan menemui pihak perempuan. Biasanya dalam waktu dekat pernikahan sederhana akan segera digelar untuk pasangan tersebut. Jadi, adalah cerita biasa ketika dua sejoli yang sudah memadu kekasih batal menikah karena si gadis sudah terlebih dahulu diculik oleh lelaki lain. Siapa yang kuat dan cepat, dialah yang menang. Sedih ya!

Bagaimana jika si gadis menolak menikahi penculiknya? Biasanya pihak keluarga tidak akan menerima perempuan yang sudah diculik selama tiga hari untuk kembali ke rumahnya dengan anggapan perempuan tersebut sudah ternodai dan tidak suci lagi. Mau tidak mau si gadis pun terpaksa menikah dengan orang yang tidak dicintainya, bahkan bisa jadi lelaki yang belum pernah dikenalnya sebelumnya.

Guide suku Sasak (Foto pribadi)
Mereka biasanya pasrah dengan keadaan. Cinta kemudian datang menyusul perlahan dan pasti bersamaan dengan lahirnya putra-putri mereka. Mereka biasanya membangun rumah di dalam dusun. Namun karena sekarang desa sudah penuh sesak, pasangan baru harus keluar dari desa dan membangun rumah di sekitar desa. Untuk kehidupan sehari-hari, para lelaki kemudian menjadi guide ketika ada wisatawan mengunjungi kampung tersebut. Mereka dengan ramahnya mengantar para wisatawan ke seluruh sudut Dusun Sade. Para perempuan membantu ekonomi keluarga dengan menjual berbagai jenis suvenir khas Lombok di depan rumahnya, mulai dari kain songket hingga perhiasan mutiara.
Share on Google Plus

About sontafrisca

Usaha tidak akan pernah sia-sia jika dilakukan dengan sungguh-sungguh.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

4 komentar:

  1. Aduduuu...serem ya, kl si perempuan sama sekali gak mengenal si Penculik, erjadilah pernikahan paksa....Apakah adat itu sampe sekarang masih dilestarikan?

    BalasHapus
  2. Aduduuu...serem ya, kl si perempuan sama sekali gak mengenal si Penculik, erjadilah pernikahan paksa....Apakah adat itu sampe sekarang masih dilestarikan?

    BalasHapus
  3. hmmm.. hal unik terjadi karena mahalnya mahar..
    seandainya maharnya terjangkau mungkin hal seperti ini tidak terjadi :)

    BalasHapus
  4. duh serem banget ini sih, semua gara-gara mahar, andai saja mahar tidak mahal tentu begitu jadinya.

    BalasHapus