Pertanyaan ini terlintas ketika saya sedang berada di sebuah taksi di Singapura. Mengapa demikian? Karena saya merasa tidak nyaman dengan sikap uncle supir yang saya tumpagi.
freedigitalphotos.net |
Maklumlah saya orang Indonesia yang tidak terlalu
mengerti seluk-beluk negara seukuran
Jakarta ini. Ketika saya hendak mengunjungi sebuah pameran di Suntec Singapore
Convention & Exhibition Center, saya sudah dibekali alamat tempat pameran berlangsung. Namun yang
namanya waspada boleh dong? Sesampai di gedung yang saya maksud, saya hendak
memastikan apakah benar ini gedung tempat diadakannya pameran.
Oleh karena itu, salah satu teman keluar untuk memastikan
kepada security benar ini gedung yang
saya maksud. Saya pun dengan tenangnya duduk di dalam taksi. Argometer pun tetap berjalan. Jadi, menurut saya, tak ada ruginya si uncle menunggu, toh dia tetap dibayar.
Namun tak berapa lama uncle
nyerocos dalam bahasa Singlish-nya dan meminta saya keluar karena dia sudah
mengantar ke gedung yang saya maksud. Saya pun berkelit “Tunggu sebentar. Jika
ini bukan gedung yang benar, saya tak perlu repot-repot lagi mencari taksi.”
Namun dengan logatnya yang susah dimengerti dia mengatakan
bahwa Singapura tidak sama dengan Indonesia. Di sini waktu adalah uang. Banyak
penumpang yang telah menunggu taksinya untuk diantarkan sebuah tempat.
Untunglah, teman saya segera datang sehingga saya tak perlu
berdebat dengan lelaki yang sudah memasuki usia senja ini. Segera saya mengambil
struk taksi dan menyodorkan sejumah dollar Singapura di hadapannya.
Bersahabatnya Supir
Taksi Thailand
Saya teringat dengan pengalaman travel saya ke Bangkok
beberapa waktu yang lalu dengan lima orang teman. Waktu itu hari sudah malam
dan kami sudah kelelahan menjelejah hampir semua pusat perbelanjaan Bangkok. Kaki
tak kuat lagi berjalan menuju stasiun MRT.
Oleh karena itu, kami putuskan untuk naik satu taksi yang
berukuran besar . Namun sayangnya, sulit untuk menemukan taksi tersebut.
Akhirnya kami memutuskan untuk naik dua taksi yang kecil. Kami memberhentikan
satu taksi dan meminta supaya supir menunggu taksi yang kedua supaya bisa
berjalan beriringan.
Namun, si supir taksi yang baik itu menawarkan diri untuk
mengangkut kami semua dalam satu taksi. Kami pun terkaget-kaget.
“Memang bisa Pak?” Tanya salah satu dari kami dalam bahasa Inggris.
“Asalkan kalian masuk dan dapat duduk dengan baik, seribu
orang pun saya angkut.” Katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
Tak berpikir panjang kami pun langsung masuk ke dalam taksi membentuk
formasi duduk ternyaman. Takut-takut dia berubah pikiran.
Supir Taksi Indonesia
Di Indonesia kemungkinan besar kita tidak akan menemukan
supir taksi senekat di Bangkok. Namun demikian, supir taksi di Indonesia jauh
lebih ramah dibandingkan Singapura. Mereka akan segera mengucapkan salam ketika
kita sudah duduk dengan rapih. Mereka
juga dengan sabar menunggu jika kita tak begitu yakin dengan alamat yang kita
tuju.
Namun perlu berhati-hati juga, adakalanya ada supir taksi
nakal yang akan membaawa kita berputar-putar agar pembayaran taksi membengkak. Ini
adalah pengalaman saya sendiri ketika menggunakan moda transportasi ini. Bagaimana dengan pengalaman Anda? Apakah
Anda mengalaminya juga?
Hihi pengalaman yg menarik mbak.. pengalaman saya naik taksi d Indonesia,so far so good, kecuali ada satu yg kepo banget karena waktu itu saya naik taksi dgn keluarga suami. Ngobrolnya soal duit terus..wew.. Tfs!
BalasHapusPlus bikin sebel juga mbak. Apalagi pas lihat di mall, banyak tuh antrean taksinya. Aduh pake bandig-bandingin Indonesia sama Singapura pula.....
Hapus